tag:blogger.com,1999:blog-146292643892587232024-03-13T20:33:01.305-07:00Adventure And TogethernessA teenage girl very loved adventure, keep trying to get what he wants.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00930995745913489321noreply@blogger.comBlogger5125tag:blogger.com,1999:blog-14629264389258723.post-78872679637272363902013-03-12T08:42:00.002-07:002013-03-12T08:42:48.165-07:00TAMBANG ULANG <div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
Nice day bray!<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXCVhWjSrkZ2eRJ2FUuViqKNAyHKUF5wZotkwq-u8rh-7GHwGN5ponxQ_hcY6mmTSuxNvPz0b8kC_YH9T2cReXlYhq2iAtBMdy0BFnJDwH35H-VynP0YVBKvNlJk4g0t5J8B8E1IFQxU0/s1600/IMG00843-20130312-1240.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXCVhWjSrkZ2eRJ2FUuViqKNAyHKUF5wZotkwq-u8rh-7GHwGN5ponxQ_hcY6mmTSuxNvPz0b8kC_YH9T2cReXlYhq2iAtBMdy0BFnJDwH35H-VynP0YVBKvNlJk4g0t5J8B8E1IFQxU0/s320/IMG00843-20130312-1240.jpg" width="320" /></a></div>
Hari ini rencananya mau nyurvey tempat nih sekalian aja main-main sama yang lain. TAMBANG ULANG, cempaka.<br />
Aku,Mira,Renny,Dede,Yanti,Putri,Shinta,Aries,Rahim,Rimba,Zulfi,Imin,Cep,Abdullah,Widi,Azmi,Wisnu,Alfi. Dan dijalan serasa lagi di arena balap kendaraan, oke. Kira-kira satu jam perjalanan sampe.<br />
Izin buat masuk, seteah masuk tempatnya asik banyak outbondnya ada kandang rusanya, ada kandang kuda, kandang sapi, ladang jagung, danau, lapangan luas, lapangan basket, aula, wisma, aaaa pokonya asik.<br />
Pas mau nyebrang danau pake sejenis rakit pake tali dari ujung ke ujung. Oke, dijemput zulfi dari ujung sana dan kami naik. aku,sinta,renny,zulfi,mira,imin,cep. Ternyata, rakitnya mereng dan hampir tenggelam !! cepet-cepet narik itu rakit dan kepinggir lagi. Aku,Renny sama Zulfi kayanya lebih miih jalan ngeliling. *cariaman.<br />
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00930995745913489321noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-14629264389258723.post-512469860018749472013-03-04T23:49:00.000-08:002013-03-04T23:49:34.447-08:00 BENTENG TAHURA 4 MARET 2013 PRAPAS<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvC5pYejZCpEXTxUrdKt0ooHccglrQopASPxJpB2-PfOIMKAS-zrEq9na_Q457jwJZJpsWz1uWdFUIftch7FJPIxpPxSlEAoRht6-PJHnwJ5ap6xC5rOe-Bz0lh9-yDas31lOhuiFwVQw/s1600/IMG00765-20130305-0355.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="200" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhvC5pYejZCpEXTxUrdKt0ooHccglrQopASPxJpB2-PfOIMKAS-zrEq9na_Q457jwJZJpsWz1uWdFUIftch7FJPIxpPxSlEAoRht6-PJHnwJ5ap6xC5rOe-Bz0lh9-yDas31lOhuiFwVQw/s200/IMG00765-20130305-0355.jpg" width="150" /></a></div>
Fyuh sumpe cape banget baru pulang nih ..<br />
oke langsung ye..<br />
<br />
Mungkin ini pengalaman yang paling seru dalam hidup aku, benteng tepatnya Tahuran Mandiangin. Kemaren sore Rahim ngajak naik ke TAHURA bareng Tahta, Rimba. Okelah dengan seribu alasan akhirnya bisa berangkat dan kami cuma berempat dan aku sendiri yang paling cantik secara cewe satu-satunya..<br />
<br />
Habis maghrib sekitar jam 7 an kami berangkat. Dijalan sempet mampir beli bensin, beli batray buat senter, sempet mampir di masjid buat sholat isya. Cus lagi sambil nebeng kendaraan Rimba, dan Tahta nebeng Rahim. Sumpah, ini Rimba semua jalan yang bolong dilindes #bayanginsendiri<br />
<br />
Ceritanya udah sampe nih ya, sepi banget karena kami naik hari Senin ngga malam minggu, semua warung yang ada disana tutup. Ada tanda kehidupan bray! Ya, satu warung lampunya nyala oke langsung kami titipin tuh kendaraan. Bismillah naik..<br />
<br />
Tangga demi tangga kami naiki, batu demi batu kami daki, ranting demi ranting kami lewati.<br />
Capenya setengah mati, kaki udah ga tahan. Istirahat, dijalan sering banget kami istrahat kapan aku bilang stop yang lain pasti langsung stop buat istirahat, kayanya bakal ga tega atau mungkin bakal males ngangkat aku kalo kenapa-napa. Kaki aku kayanya udah ga sanggup lagi sampe ga bisa ngomong apa-apa. Baju udah basah banget kena keringet, dijalan gelap banget dan kami cuma pake senter di kepala Rahim.<br />
Yang paling kasian ya Rimba, disuruh bawa macem-macem sama Tahta. Oke langsung jam 23.00 kami sampe di benteng dan kami langsung nyusun alas buat tidur. Tahta sama Rimba nyari kayu, Rahim nyalain api dan aku ngerapiin barang-barang anak cowo.<br />
Api udah nyala barang udah beres dan kami ngumpul berempat, cerita bareng, curhat bareng, dan makan. Dan ternyata anak cowo pada bawa bekal semua, aku aja yang engga T.T tapi ngga laper jugs sih..<br />
TIDUR<br />
Aku, Tahta, Rimba lagi rebahan, oke "tuuuuuuuut" *Baunyamerebak dan ini berulang berkali-kali kaya balas-balasan kentut. Kami bertiga terlelap, tinggal Rahim yang masih bangun. Rimba, Rahim, Tahta gantian buat jaga api. Kira-kira jam 2an, badai bray! ujan deres dan kami langsung narik ponco kepinggir buat api di tengah dan oke selesai. Banyak banget cacing yang datang, panjang-panjang dan oke ternyata Tahta takut cacing.<br />
<br />
Jam segitu masih sempet-sempetnya kami main nyambung-nyambung puisi, sambil bales-balesan kentut pastinya ya. Kami tidur lagi dan ga kerasa udah jam 6. Wah keren banget pemandangannya dan kami bikin video Harlem Shake :D<br />
Kira-kira jam 8an kami packing buat pulang dan ternyata jam tangan Tahta sama kunci kendaraan Rimba hilang, perjalanan pulang jam tangan Tahta ketemu sempet poto-poto juga. Diperjalanan sempet ngeliat tikus hutan sama musang kejar-kejaran. Mampir buat minum-minum diwarung deket kolam belanda. Turun lagi ke kendaraan dan oke kunci kendaraan Rimba digantung dikendaraanya. Pulang deh dan belum selesai, ban Rahim kempes haha untung ada eukang bengkel yang cakep abiazz :D<br />
Maaf ya ga diceritain semua, soalnya susah :D Lebih seru lagi, udah ah cape. </div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00930995745913489321noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-14629264389258723.post-82694660802817547622013-03-03T15:57:00.000-08:002013-03-03T15:57:47.629-08:00Story DENNY SUMARGO by Agnes Davonar<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<strong>Nama saya Denny Sumargo.</strong><br />
<br />
Saya lahir di Sulawesi utara tepatnya di Luwuk Bangawi sebuah kawasan
utara Sulawesi yang indah nan luas dengan pemandangan lautnya yang
eksotis. Terlahir dengan nama Denny Sumargo adalah pemberian ibu saya
yang bermargakan Sumargo tepatnya Meiske Sumargo. Hingga saat ini
hal-hal yang paling indah dalam hidup saya selalu terlukis dengan baik
ketika saya bersama ibu duduk disebuah pantai sambil menikmati es kelapa
yang dingin dan hangat sambil menikmati terbenamnya matahari.<br />
Sejak kecil saya terbiasa hidup mandiri dengan kebebasan dan saya
juga sangat keras kepala, sifat itu diwariskan oleh ibu saya yang
berwatak keras dan pekerja keras. Ibu terlahir dari sebuah keluarga yang
kaya dan berkecukupan tapi ia hanya lulusan Sekolah Dasar, sifatnya
yang tomboy dan selalu membuat saudara-saudaranya berjumlah tujuh orang
itu mengatakan ibu gadis barbal, walau demikian ibu terampil sekali
menjahit dan menyalon. Ibu saya bercita-cita menjadi seorang Polisi
Wanita, cita-cita itu tidak pernah tercapai dan mungkin saja ia berpikir
demikian karena terinspirasi oleh kisah pahlawan Wonderwomen yang
termasyur ketika ia kecil dulu kala.<br />
Ayah saya adalah seorang angkatan laut yang jatuh cinta pada eksotika
Luwuk Bangawi, ia berasal dari Padang, Sumatra barat dan bernama
Nazzarudin. Tidak banyak hal yang saya ingat tetang sosok ayah saya itu,
sebab sejak saya berada di dalam kandungan ibu, Mereka bercerai. Kisah
cinta mereka yang indah berakhir tragis karena keduanya memiliki sifat
berlawanan. Ibu yang masih berusia 20 tahun sangat berbanding terbalik
dengan ayah saya yang berusia 40 saat mereka menikah. Usia yang terpaut
begitu jauh tidak mengendurkan niat mereka untuk saling mencintai.<br />
Tapi yang saya dengar, ayah saya sangat sabar dan suka menolong orang
lain. Sedangkan ibu termasuk orang yang tidak mau menerima pemberian
dan selalu berusaha mencari apa yang dia mau dengan kemampuannya. Ibu
gadis muda yang cantik memiliki hobi bermain bulutangkis setiap
berkumpul bersama teman-teman sebayanya. Di kala itu ayah saya
memutuskan untuk menetap di Luwuk sembari membuka usaha penjualan barang
antik yang warung lapaknya bersebelahan dengan lapangan bulutangkis
milik seorang Warga keturunan.<br />
Suatu ketika saat ayah sedang berdagang, dilihatnya gadis muda itu
setiap bermain bulutangkis disekitar warungnya dan akhirnya ia jatuh
cinta pada gadis berpotongan rambut pendek dan bermuka manis itu. Ayah
yang jatuh cinta berusaha mencari tau tentang sosok ibu dan usahanya
tidak sia-sia ketika ibu bersedia berkenalan dengannya lewat macoblang
penjaga lapangan bulutangkis. Ketika itu ayah saya sudah menikah dan
mempunyai empat anak hasil pernikahannya dengan tiga istri, ibu terkejut
bukan main ketika ayah berkata ia sedang menghadapai proses perceraian.
Karena tidak pernah terpikir olehnya berkenalan dengan duda apalagi
menikahi duda.<br />
Ternyata cinta itu memang buta, ibu yang tidak pernah berpikir akan
menikahi seorang duda akhirnya bersedia juga menikah dengan ayah.
Padahal perbedaan mereka sangat banyak, ibu saya adalah seorang gadis
keturunan Tiong hua dan beragama Khatolik seperti penduduk Luwuk
biasanya. Sedangkan ayah saya seorang muslim dan seorang pribumi tapi
cinta itu membuat perbedaan itu hilang dan mereka bersatu. Ibu yang
sedang duduk di pantai setelah lelah bermain bulutangkis bersama
teman-temannya kedatangan ayah secara mendadak.<br />
Meiske maukah kau menikah dengan saya? tanya ayah.<br />
Ibu terdiam sejenak dan melihat pria ini tanpa alang-aling langsung mengajaknya menikah.<br />
Saya pikir-pikir dulu..<br />
Ayah tertunduk lesu , ibu melihat sebuah cinta yang tulus tapi tidak
langsung menerima cinta ayah. Ia melihat kesungguhan ayah yang tiada
henti memberikan cintanya tanpa batas. Setiap hari ayah menanyakan hal
yang sama hingga suatu ketika ibu mulai luluh dan menjawab pertanyaan
ayah dengan syarat.<br />
Baiklah saya akan menikah dengan kamu tapi pastikan kamu telah bercerai secara resmi.<br />
Ayah tersenyum lebar dan bahagia melihat ibu bersedia menikahinya. Di
kala itu, ayah memang belum secara resmi bercerai dengan Istrinya tapi
ia menguatkan hati ibu dan akhirnya statusnya menjadi lajang dengan
surat perceraian yang ibu lihat dengan nafas turun karena keberanian
ayah. Ketika keputusan pernikahan itu sudah bulat, ibu dan ayah
menghadapi masalah besar ketika nenek dari pihak ibu saya menolak
kedatangan ayah untuk melamar ibu.<br />
Nenek saya sangat kolot dan masih berpikiran tentang pernikahan hanya
bagi yang se-iman dan se-suku, tapi tidak dengan ibu saya yang
berpandangan luas dan bebas. Diantara keempat putri yang ia lahirkan
hanya ibu yang sering melawan dan bertengkar dengan nenek. Nenek sendiri
bercerai dengan kakek sehingga ia mengalami sedikit gampang emosi
karena kakek sangat sayang pada ibu saya. Saudara-saudara ibu yang
laki-laki berjumlah tiga orang terkejut ketika ibu membawa ayah, mereka
langsung<br />
berusaha mati-matian untuk menyadarkan ibu tentang pikirannya yang dinilai sudah rusak.<br />
Astaga, Meiske. Kamu sudah gila ya?. Kamu mau menikah dengan seorang
pria duda yang sudah menikah tiga kali dan parahnya dia itu berbeda
agama dengan keluarga kita. Ujar kakak laki-laki tertua itu dihadapan
ibu dan ayah saya.<br />
Nenek sepertinya sudah sangat marah ia langsung mengusir ayah saya
dari rumah. Ibu menangis tak bisa berbuat apa-apa, ia mendapatkan
tamparan keras dari nenek yang murka dan saudara-saudaranya berusaha
memisahkan dengan membawa ibu ke kamar. Ayah yang sudah sangat jatuh
cinta pada ibu tidak peduli dengan larangan nenek, ia terus berusaha
menyakinkan ibu bahwa ia adalah pria yang layak menjadi suaminya.<br />
Ibu yang keras kepala dan percaya terhadap dirinya akhirnya
benar-benar nekad menikah dengan ayah. Kakek yang biasa mendukung ibu
hanya memberikan dukungan dengan setengah hati, ia hanya menyarankan ibu
untuk berpikir ulang. Ibu sadar pernikahannya dengan ayah akan membuat
ia dimusuhi oleh semua saudara-saudaranya dan ia bertekad membuktikan
kepada saudara-saudaranya pernikahan dengan ayah adalah kebenaran jalan
hidupnya.<br />
<br />
<br />
<br />
<strong>Ayah dan ibu bercerai</strong><br />
Masa pernikahan itu berjalan baik dan dilaksanakan disebuah rumah
makan secara sederhana yang dihadiri oleh beberapa kerabat ibu dan ayah.
Karena mereka berbeda agama maka pernikahan itu berjalan dua kali,
pertama di Gereja sesuai agama yang dianut ibu dan di Mesjid sesuai
agama ayah. Ibu bersedih ketika pernikahannya itu tidak dihadiri oleh
keluarga kandungnya sendiri, Kakek memang datang pada saat upacara di
Gereja tapi itu pun dengan setengah hati. Tapi cinta yang indah itu
tidak pundar walau harga dari semua itu adalah ibu kehilangan
saudara-saudaranya.<br />
Sebulan setelah pernikahan itu ibu mulai membantu ayah menjaga warung
barang antiknya sedangkan ayah sering pulang untuk bertemu anak-anaknya
dari lain ibu. Beban ayah sangat berat dikala itu, ia harus menanggung
semua biaya hidup kakak-kakak tiri saya yang masih bersekolah. Ketika
ibu sedang melayani tamu yang berkunjung ia merasa mual dan akhirnya
jabang bayi berusia satu minggu itu menjadi tanda cintanya yang disambut
ayah dengan bahagia.<br />
Kebahagiaan yang indah menyambut kedatangan saya ke dunia ternyata
tak seindah bayangan ibu, ibu mulai sering frustasi terhadap ayah yang
sering tidak pulang ke rumah. Parahnya setiap pulang mereka selalu
bertengkar hebat hingga ibu mengambil keputusan pahit yang sangat
disesali oleh ayah, ia ingin bercerai dengan ayah. Ayah tidak ingin
bercerai karena saat itu ia sadar saya masih di perut ibu dan ia
khawatir dengan keputusan ibu.<br />
Ntah alasan apa yang membuat ibu nekad berpisah dengan ayah, ia
mengancam lebih baik ayah bercerai dengannya daripada ia kehilangan saya
yang masih diperutnya. Ayah mengalah dan mereka pun berpisah, ayah yang
sangat sayang pada ibu kemudian memberikan semua harta dan rumah hasil
pernikahan mereka menjadi milik ibu. Ibu saya yang naif dan gengsi
menolak pemberian itu ia memutuskan untuk kabur begitu saja menginap di
rumah teman bermainnya. Dan sejak itu saya tidak akan pernah tau siapa
ayah saya hingga kelak saya menjadi dewasa.<br />
Atas saran temannya, ibu pun memutuskan untuk kembali pada
keluarganya. Ibu rela menahan malu dan hinaan demi saya yang masih dalam
perutnya. Ia rela melakukan apapun untuk membuat saya terlahir di dunia
ini walaupun ia sadar setiap pasang mata keluarga ibu melihatnya sangat
hina. Bahkan secara terang-terangan saudara-saudara ibu memaki ibu
tanpa mengingat tali darah yang mengikat mereka. Puncaknya ketika ibu
sudah tidak tahan ia memutuskan pindah ke Makassar untuk hidup bersama
Bibi saya sembari berharap kelahirkan saya dapat melunakkan hati nenek
untuk memaafkan ibu.<br />
Tanggal 11 Oktober 1981 dengan perjuangan berat ibu melahirkan saya
dengan tangis kebahagiaan. Ia langsung mendapatkan nama Denny untuk
memberikan nama pada saya, setelah itu Bibi menyarankan ibu saya lebih
baik ibu kembali ke nenek karena bisa saja nenek menjadi luluh dengan
kelahiran saya. Ibu yang pada saat itu tidak bekerja tidak ingin
merepotkan Bibi dan akhirnya memutuskan kembali ke rumah Nenek. Harapan
nenek untuk luluh sirna, ia tidak tergoda sekalipun untuk berbaikan
dengan ibu walau dengan kelahiran saya.<br />
Nenek memang memberikan uang untuk keperluan saya selama masih bayi
tapi itupun sepertinya dengan terpaksa. Cacian dan makian yang begitu
dalam dan melukai hati ibu tidak hanya dari nenek saya tapi dari
saudara-saudara kandungnya. Terkadang ketika ibu sudah tidak tahan
akhirnya ia memutuskan untuk tinggal di rumah temannya, untungnya kakek
saya masih bersedia memberikan uang untuk memberi susu. Ibu sadar ia
tidak bisa selamanya berharap pada nenek saya, ia pun mempraktekan
kemampuannya di bidang menjahit untuk mencari nafkah guna menghidupi
saya.<br />
Ia bekerja pada sebuah rumah konveksi di dekat rumah untuk menjaga
jarak agar tidak terlalu jauh dari saya. Setiap jahitan yang melekat di
pakaian ia menanamkan sebuah tekad untuk membuat saya menjadi orang
berguna, tekadnya yang besar tidak hanya disimpan dalam hati. Bahkan ibu
bekerja dua kali untuk hidup saya. Di pagi hari ia bekerja di konveksi
kemudian di siang hari ia memberikan susu ASI kepada saya lalu kembali
bekerja hingga sore. Setelah bekerja menjahit, ia bekerja malam di
sebuah salon kencantikan sebagai tenaga bantu. Gajinya tidak besar tapi
cukup untuk membuat saya tumbuh menjadi gemuk dan sehat.<br />
Setelah melihat saya mulai bisa berjalan dan merangkak, ibu begitu
bahagia namun tetap dalam keadaan tertekan oleh saudara-saudaranya. Ayah
yang mendengar kelahiran saya tidak mempunyai kesempatan untuk bertemu
karena ibu tidak sudi mempertemukan kami. Ayah selalu menitipkan uang
saku kepada sahabat ibu untuk diberikan sebagai uang keperluan saya,
tapi ibu menolak dan malah membalikkan uang itu dengan tegas.<br />
Saya masih ingat hal yang paling menyedihkan dalam hidup saya untuk
mengenang ibu, di kala itu saat saya berusia empat tahun. Saya tertidur
pulas dan ibu membangunkan saya dengan air mata berlinang yang membuat
saya heran. Dengan cepat ia mengangkat tubuh saya melewati
saudara-saudaranya yang berdiri di ruang tamu. Saya masih terlalu kecil
untuk mengerti apa yang mereka katakan pada ibu tapi kata-kata itu
sangat hina dan kejam.<br />
Malam yang dingin menusuk disertai hujan rintik-rintik, ibu terusir
oleh saudara-saudaranya dengan sekoper baju apa adanya. Ia membopong
tubuh saya yang gemuk diantara malam, saya ketakutan tapi ibu sekali
lagi tidak peduli dan terus membawa saya berjalan tanpa arah dan tanpa
uang sepeserpun. Kami berhenti di sebuah sudut rumah besar yang tidak
kami kenal, ibu mungkin kelelahan dan terduduk dengan air mata yang
terus berlinang di halaman tersebut.<br />
Mama.. Denny mau pulang..! teriak saya.<br />
Ibu terdiam, ia menghapus air matanya lalu berkata pada saya untuk
mencoba tidur. Tapi halaman rumah itu terlalu banyak nyamuk dan bau air
got yang menusuk. Saya pun menangis kencang meminta untuk pulang, Ibu
sepertinya sudah sangat marah dan ia menampar saya.<br />
Dengar.. Mama tidak akan pernah kembali ke rumah itu, jadi kamu jangan berharap kita pulang..! teriak ibu pada saya.<br />
Tapi Denny kedinginan dan banyak nyamuk.. !<br />
Ibu memeluk saya lalu menutupi saya dengan sisa pakaian yang ia bawa
dari kopernya. Saya merasa lebih baik dan ia berkata pada saya,
kata-kata itu begitu melekat dalam ingatan saya.<br />
Denny dengarkan Mama, berjanjilah pada Mama.. kelak jangan pernah
membiarkan orang lain menginjak-injak harga diri kita. Walaupun kita
tidak punya uang dan kelaparan tapi jangan pernah biarkan siapapun orang
itu menghina kita. Mama janji pada kamu, suatu saat akan membuat kamu
menjadi orang besar dan membuktikan pada siapapun bahwa Mama bisa !!<br />
Saya begitu terkesima dengan kalimat yang ibu saya ucapkan hingga
nyaris melupakan rasa gatal gigitan nyamuk. Tapi disinilah saya melihat
ketegaran dan tekad ibu saya yang besar kepada saya, saya sadar setiap
air mata yang ia jatuhkan bukanlah air mata kesediahan tapi air mata
penderitaan. Saya tidak pernah menyadari bahwa kata- kata ibu terasa
begitu menyedihkan ketika saya menjadi dewasa dan mengingat kejadian
itu. Kami tertidur di halaman rumah itu seperti gembel saja, saya dan
ibu terlihat begitu menyedihkan tapi itulah sejarah hidup yang tak akan
pernah saya lupakan.<br />
<strong>Kami pindah ke Makassar.</strong><br />
Dengan berbagai bantuan teman-teman ibu, akhirnya kami bisa
mendapatkan uang dan pergi ke Makassar untuk sekali lagi tinggal bersama
saudara ibu, Bibi yang pernah menolongnya. Di Makassar ibu hanya
sementara tinggal bersama Bibi saya mengingat sepertinya Bibi tidak
pernah rela menampung kami dengan ikhlas. Untungnya kami bertemu dengan
seorang sahabat kecil ibu yang bernama Tante Ana dan suaminya. Ia adalah
sahabat ibu semasa Sekolah Dasar dulu, mereka sudah menikah sejak tiga
tahun lalu namun sayang tidak dikarunia seorang anak.<br />
Ibu menumpang pada keluarga itu cukup lama terlebih kedua orang itu
sangat menyukai saya, kehadiran saya dalam keluarga itu seolah mengobati
kerinduan mereka terhadap seorang anak. Ibu bekerja seperti dulu
menjahit disebuah rumah konveksi, ketika ia bekerja saya dijaga oleh
tante Ana yang begitu mencintai dan memanjakan saya. Ibu yang
mendapatkan peluang usaha dari uang yang ia kumpulkan dari hasil
kerjanya di Konveksi mulai berpikir untuk berdagang baju.<br />
Awalnya ia memberi pakaian yang ia pesan dari Jakarta kemudian dengan
sekarung tas besar ia membawa pakaian-pakaian itu untuk dijajahkan di
setiap rumah di sekitar Makassar. Walaupun terasa menyedihkan dan serta
kepanasan karena cuaca Makassar yang panas, ibu tidak pernah menyerah.
Dalam pikirannya hanya satu ia ingin saya bisa bersekolah setahun
mendatang ketika usia saya 6 tahun. Saya terkadang hanya bisa menahan
haru ketika ibu berangkat berdagang setelah mengecup kening saya dan
membiarkan Tante Ana mengendong saya.<br />
Terkadang hasil berdagangnya lancar tetapi terkadang juga tidak sama
sekali, tapi tekad ibu yang kuat membuat semua dijalankan dengan ikhlas
disertai jalan Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan akan memberikan jalan
padanya agar bisa menyekolahkan saya, padahal saya tidak pernah terpikir
untuk sekolah dan selalu menghabiskan waktu ikut dengan suami Tante Ana
ke Pasar untuk belajar banyak hal. Tante Ana bersuamikan seorang Preman
pasar yang kerjanya menagih upeti dari setiap pedagang. Jadi saya tidak
asing melihat sedikit kekerasan yang ia perlagakan kepada saya.<br />
Suami Tante Ana pandai berkarate dan ia tanpa ragu mengajarkan saya
untuk berkarate agar bisa menjaga diri saya, saya yang terinspirasi oleh
kisah Superman akhirnya ikut juga dalam setiap ajaran karate yang
selalu kami lakukan setiap sore di halaman rumah kami. Saya menikmati
masa-masa kebahagiaan dan kasih saya yang tidak pernah saya dapatkan
dari saudara-saudara ibu dari Tante Ana dan suaminya. Usaha ibu berjalan
dengan baik dan ia memutuskan untuk membeli langsung pakaian ke
Jakarta, bisa jadi dalam setiap tiga bulan ia pulang pergi kota Jakarta
dan Makassar.<br />
Ketika ibu berpergian, Suami Tante Ana yang kebetulan berkeyakinan
Muslim mulai mengajarkan saya tentang agama Islam. Saya mulai mengerti
sedikit tentang bagaimana Sholat dan membaca Al-Quran, masa-masa itu
menjadi masa paling indah saya, mereka sudah seperti orang tua saya yang
begitu tulus memberikan kasih sayangnya pada saya. Ibu saya yang
semakin sibuk akhirnya malah lebih memutuskan untuk berdagang diluar
Kota Makassar dan bisa dalam seminggu ia tidak pulang, tapi saya tidak
cemas karena orang tua baru saya ini menjaga saya dengan baik.<br />
Ibu yang sudah mulai memiliki sedikit tabungan mulai berpikir tentang
masa depan saya, ia berpikir saya akan hidup lebih baik dengan
bersekolah di Jakarta. Ketika ide itu diceritakan kepada Tante Ana dan
suaminya, mereka keberatan. Mereka sudah sangat mencintai saya seperti
anak kandung dan tidak rela untuk dipisahkan dengan jarak yang begitu
jauhnya. Tapi ibu yang keras kepala tetap berpikir untuk membawa saya ke
Jakarta dan sejak itu terjadilah percekcokan antara ibu dan Tante Ana
berserta suaminya.<br />
Saya yang tidak mengerti apa-apa pada saat itu hanya bisa diam dan
menangis melihat mereka bertengkar. Tante Ana dan suaminya yang sudah
tidak rela dengan kepergiaan saya kemudian mengambil keputusan untuk
membawa saya pergi tanpa sepengetahuan ibu. Tiga bulan lamanya saya
tinggal di rumah ibu dari tante Ana tanpa pernah bertemu dengan ibu
saya. Ketika saya tanyakan tentang keberadaan ibu, tante Ana dan
suaminya hanya berkata<br />
Mama kamu sedang bekerja di Jakarta.. kamu disini sama Tante saja..
ujar Tante sembari memberikan mainan mobil untuk menghilangkan rasa
kangen terhadap ibu saya.<br />
Saya tidak sadar bahwa saya sedang diasingkan dari ibu hingga suatu
ketika saat saya sedang membeli kue manisan di jalan dan menemukan ibu
yang langsung memeluk saya. Dengan cepat ibu langsung menarik tangan
saya menaiki angkutan umum tanpa saya ketahui saya sedang dibawa pergi
dari kedua orang tua baru saya. Saya yakin mereka akan panik mencari
saya tapi seingat saya ibu sudah mengirimkan pesan pada sebuah warung
untuk memberitahu bahwa saya dibawa oleh ibu untuk kembali padanya.
Sejak saat itu saya tidak pernah lagi bertemu orang tua baru yang sangat
mencintai saya itu selamanya<br />
<em><strong>BAGIAN KE 2</strong></em><br />
<strong>KAMI PINDAH KE JAKARTA</strong><br />
Setelah mengambil saya dengan sembunyi-sembunyi, ibu langsung membawa
saya ke Jakarta. Saya begitu bahagia ketika untuk pertama kalinya saya
naik pesawat terbang, saya sampai melupakan tante Ana dan suaminya yang
begitu baik pada saya karena saya pikir berada diatas langit dan
memandang awan adalah pengalaman hebat dalam hidup saya. Ibu memeluk
saya sepanjang perjalanan di dalam pesawat, saya tidak banyak bertanya
dan tertidur hingga tanpa sadar ketika terbangun saya sudah ada di
Jakarta.<br />
Jakarta kota yang megah dibanding dengan kota tempat saya tinggal,
saya takjub dengan gedung-gedung pencakar langit yang tidak saya temukan
di kampung halaman saya ada disini. Ibu mengontrak sebuah rumah kecil
disebuah perkampungan di deket daerah Kemayoran, rumah kami sangat
sederhana dan hanya beralaskan papan triplex yang kondisinya sangat
tidak layak. Kami tinggal di daerah kampung disekitar rawa-rawa,
masyarakat disini kebanyakan adalah para pekerja buruh dan beberapa
pedagang pasar atau keliling sehingga tidak heran kami adalah
satu-satunya warga keturunan yang bermukim disini, buruknya rumah kami
sampai-sampai kami harus menaruh ember setiap hujan karena atap rumah
kami bocor.<br />
Saya masih berusia enam tahun di kala itu, sebenarnya ibu ingin
sekali memasukan saya ke sekolah taman kanak-kanak tapi ia tidak
memiliki cukup uang karena pada saat itu uang kami hanya cukup untuk
hidup pas-pasan. Tapi ibu tidak ingin menyerah begitu saja melihat saya
yang sudah seharusnya duduk di taman kanak-kanak agar pintar. Ibu pun
bertindak sebagai guru saya, ia memberikan saya sebuah buku bacaan,
pensil dan penghapus sebagai alat belajar saya. Masa itu bila saya
ingat, ibu sangat tegas dan tidak tanggung-tanggung akan memukul saya
dengan sapu lidi bila tidak berhasil memasukkan pelajaran yang ia
ajarkan ke otak saya. Hampir selama setahun saya belajar bersama ibu
hingga saya pun dapat menulis dan membaca walaupun tidak masuk sekolah
taman kanak-kanak.<br />
Ibu adalah wanita gigih dan tangguh, ia tidak pernah mengeluh pada
keadaan apapun. Ia selalu berjuang menyisihkan setiap keuntungan dari
berdagang pakaian untuk bekal saya sekolah dasar, bisa saya bayangkan
bertapa beratnya ia memikul baju dalam kalung kemudian membawanya dari
satu tempat ke tempat lain tanpa pernah merasa lelah. Di pagi hari ia
berangkat berjualan setelah memberikan saya makan pagi kemudian
menyiapkan beberapa tugas pelajaran untuk saya kerjakan sambil menunggu
dia pulang, ia mengunci rapat rumah sehingga saya tidak bisa keluar dan
harus menunggu ia pulang. Sore hari ketika ia pulang berjualan, saya
selalu senang menyambut ibu karena ia selalu membawa makanan yang enak
karena perut saya lapar dan ibu menyadari itu. Tetapi saya juga sering
cemas bila hujan besar turun dan ibu belum juga pulang, saya tak tega
membayangkan ibu saya kehujanan di jalan dan tidak bisa berteduh.<br />
hari-hari indah saya hanya pada saat ibu sudah pulang ke rumah karena
ia akan memperbolehkan saya bermain di luar bersama teman-teman
tetangga saya yang sering mengajak saya bermain di rawa-rawa sekitar
rumah saya. Banyak hal yang bisa saya lakukan ketika bermain di sekitar
permukiman saya, terutama bermain layang-layang dan menyelam di rawa
rawa untuk bermain air sembari mencari ikan Cupang kesukaan saya. Pernah
saya pulang terlambat dari batas waktu jam saya bermain dengan keadaan
kotor karena terjatuh di rawa-rawa dan ibu sangat marah.ia menjadi
semakin marah ketika saya salah mengerjakan tugas pelajaran yang ia
berikan hingga Ia memukul saya dengan keras hingga saya berteriak-teriak
minta ampun, saya benci ibu saat itu karena tega memukul saya.<br />
Setelah tangisan saya mulai meredup ibu mendekat dan mengoleskan
memar dan luka kaki saya dengan obat seadanya. Ia bertanya pada saya<br />
Sakit.. Nin ? tanya ibu memanggilku Nin sebagai panggilan singkatnya.<br />
saya diam dan mengangguk<br />
Masih mau telat pulang lagi?<br />
Nggak lagi jawabku<br />
Masih mau asal-asalan mengerjakan tugas pelajaran lagi?<br />
Saya terdiam dan memang benar sejak saya memiliki hobi menangkap ikan
cupang, saya mulai malas untuk mengerjakan tugas dari ibu dan hanya
berpikir untuk cepat-cepat bermain. Ibu memeluk saya dengan hangat, saya
melihat kaki saya yang penuh luka dengan sedih. Saya jadi heran untuk
apa ibu merawat kaki saya setelah dia yang menyebabkan luka ini.
Kemudian ibu melepas pakaian saya yang kotor dan berjalan dengan sedikit
pincang, saya pun tersadar bahwa luka di kaki saya tidak sebanding
dengan perjuangan ibu untuk mengajarkan saya tentang kedisplinan dan
perjuangan untuk membuat saya menjadi anak yang pintar.Jika saya
perhatikan kaki ibu, kakinya memiliki kulit mati dan kapalan yang banyak
karena berjalan beratus-ratus Km untuk mencarikan nasi yang saya makan
setiap harinya.<br />
Setelah saya mandi lalu memakai pakaian yang bersih ibu memberikan
saya makan malam dan mengatakan satu hal yang tidak akan saya lupakan
dalam hidup saya.<br />
Untuk menjadi orang besar, kamu harus menjadi pintar dan displin.
Jangan pernah kamu lupa akan tanggung jawab kamu, terlebih terhadap
pekerjaan yang harus kamu kerjakan. <br />
Dan saya pun bertekad sejak saat itu untuk belajar dan disiplin agar
bisa menjadi orang besar, ibu adalah guru terbaik dalam hidup saya.
Apalagi ibu sudah mempersiapkan saya untuk duduk di sekolah dasar
sebentar lagi menunggu usia saya genap tujuh tahun.<br />
<strong>Ibu kembali ke Makassar</strong><br />
Saat saya mulai berumur Tujuh tahun dan siap untuk duduk di sekolah
dasar, ibu memutuskan untuk kembali ke Makassar karena merasa berdagang
di Makassar lebih menguntungkan ketiban di Jakarta. Tetapi dia tidak mau
saya kembali ke Makassar mengingat kasus tante Ana bisa saja terulang
dan menitipkan saya pada adik kandungnya yang tinggal di Jakarta. Adik
ibu saya itu menikah dengan teman ibu yang kaya raya karena ibu yang
menjodohkan mereka. Ia sudah memiliki anak perempuan bernama Meisy
berumur 1 tahun saat saya tinggal bersama keluarga itu. Tante tidak
menolak permintan ibu menampung saya mengingat jasa ibu padanya.<br />
Tapi pernikahan tante berjalan buruk dan retak, suaminya tidak lagi
tinggal bersama dia sehingga nenek pun ikut pindah ke Jakarta dan hidup
bersama tante. Saya di sekolahkan di sebuah sekolah negeri pagi 01 yang
tidak jauh dari rumah tante saya yang besar dan elite di kawasan Muara
karang. Orang lain akan melihat aneh bila saya bersekolah di negeri tapi
memiliki rumah sebesar istana dengan taman yang luas. Padahal alasan
saya bersekolah disana karena ibu tidak memiliki uang untuk memberikan
sekolah swasta yang baik pada saya, lagipula ibu tidak ingin dibantu
oleh siapapun tentang masa depan pendidikan saya.<br />
Kalau saya kaji hidup saya, masa sekolah dasar saya adalah masa
paling menyedihkan yang bisa saya utarakan untuk dikenang. Di sekolah
saya, saya hanya segelintir berkulit putih diantara pribumi yang
dominan. Saya sering menjadi bahan celaan teman-teman saya karena mata
saya yang sipit dan pendiam. Saya tidak memiliki teman di kelas dan
duduk di baris belakang seorang diri tanpa ada yang mau bicara dengan
saya. Ketika jam istirahat sekolah, saya harus bersembunyi di kelas
karena bila saya keluar saya akan dipukuli oleh teman-teman yang tidak
suka pada saya. Bukan hanya dari teman-teman sekelas tapi saya juga
mengalami siksaan yang berat oleh kakak-kakak kelas saya yang tidak suka
pada saya. Saya hanya bisa menangis tanpa tau harus mengadu kepada
siapa, karena bila saya mengadu kepada guru saya, mereka akan membuat
saya lebih menderita lagi.<br />
Nenek sering marah dan memukul saya bila saya pulang dengan keadaan
kusut dengan pakaian kotor. Saya ceritakan masalah saya di sekolah dan
ia hanya bilang pada saya untuk tidak mencari masalah, padahal saya
tidak pernah membuat masalah dengan siapapun di sekolah saya. Saya
mengerti mengapa nenek marah karena dialah yang mencuci pakaian saya
setiap harinya. Tante saya tidak lebih keras dari ibu saya, ia bukan
orang yang suka mengunakan pembantu untuk mengurus rumah besarnya. Saya
yang dikala itu masih berusia tujuh tahun harus terbiasa untuk mencuci
piring, mengepel lantai dan mengunting rumput di taman hingga bersih
setiap harinya.<br />
Pekerjaan rumah itu harus saya kerjakan bila ingin makan, belum lagi
saya harus membantu tante saya menjaga Meisy yang masih kecil. Walaupun
saya memiliki perkerjaan segudang beratnya tapi saya boleh berbangga
hati karena selalu meraih rangking 1 di kelas saya. Ibu sangat bangga
kepada saya hingga selalu mengirimkan uang sebesar 10000 rupiah dan
berbagai makanan kesukaan saya setiap bulannya. Saya tidak pernah
mengeluh dan membantah setiap perintah tante saya terhadap perkerjaan
yang ia jatuhkan kepada saya tetapi saya tetaplah bocah berusia tujuh
tahun yang sedang belajar tentang masa anak anak yang indah sehingga
terkadang saya menjadi nakal.<br />
Kenakalan saya pada saat kecil itu merupakan hal-hal yang tidak
disukai oleh tante dan nenek saya. Setiap pulang sekolah saya selalu
mampir ke Supermarket Muara untuk membaca komik kesukaan saya semisal
Dragon ball dan Kungfu boy. Penjaga supermarket itu sering melihat saya
duduk sambil membaca komik tapi tidak pernah saya membeli hingga ia
mendekati saya.<br />
Kamu mau beli komik ini?<br />
Nggak Kak, saya cuma mau numpang baca aja<br />
Disini harus beli kalau mau baca.. ga boleh baca disini.. ujar penjaga wanita itu sambil merebut komik dari tangan saya.<br />
Tapi saya ingin baca kak?<br />
Dengan jengkel penjaga itu berkata Minta sama mama kamu buat beliin komik ini kalau mau baca?<br />
Saya jawab dengan apa adanya Mama saya di Makassar, saya tinggal
sama tante saya. Tante saya nggak mungkin mau beliin saya komik itu!<br />
Lalu penjaga itu pun mengusir saya keluar dari supermaket. Saya sedih
tapi tidak putus asa, keesokan harinya saya kembali untuk membaca buku
komik itu hingga penjaga itu bosan mengusir saya yang keras kepala.
Akhirnya ia pun memaklumi dan membiarkan saya membaca tapi dengan
catatan buku itu tidak rusak dan lecek. Saya memang sangat suka membaca
komik dan buku-buku pendidikan hingga terkadang tanpa sadar saya jadi
sering terlambat pulang kerumah. Nenek yang sudah marah akan menyambut
saya dengan sapu dan tanpa ragu membuat saya merasakan sakit luar biasa
akibat pukulannya hingga jerah. Tapi saya memang nakal sehingga tante
saya sering marah-marah karena harus mengganti sapu baru setiap bulannya
karena patah untuk menghajar saya.<br />
Tante saya tidak ringan tangan seperti nenek saya, ia hanya akan
memukul saya bila membuat Meisy menangis. Saya pernah di kunci di kamar
mandi karena tidak sengaja membuat Meisy terjatuh dari kursi karena
kelalaian saya menjaganya. Saya sering menangis mendapatkan cobaan yang
tidak pernah saya bayangkan dan ibu tidak pernah tau apa yang terjadi
dalam hidup saya, karena ia sedang sibuk mencari uang demi masa depan
saya yang lebih baik di Makassar. Tante saya tidak menyukai sifat saya
yang rakus saat makan karena menggangap saya seperti orang kelaparan
tapi sesungguhnya saya memang sedang masa pertumbuhan sehingga ingin
selalu makan dan terus makan. Karena kesal ia sering menyembuyikan
makanan dari saya sambil memperingatkan saya untuk tidak sekali sekali
membuka lemari es dan lemari makanan.<br />
Terkadang saya tidak mengindahkan apa yang ia katakan dan bila malam
tiba saya mencuri makanan itu lalu membawanya ke kamar saya dan
menyatapnya dengan lahap. Tapi saya selalu bernasib sial dan tertangkap
hingga pada akhirnya saya selalu dipukul dan di kurung di kamar mandi.
Kapok terhadap pukulan yang menyakitkan saya pun berpikir hal-hal yang
tidak pernah saya bayangkan, saya mulai berani mencuri makanan di
Supermarket dengan menyembunyikan makanan itu dibalik baju saya, Karena
merasa aman-aman saja, akhirnya saya menjadi keseringan berada di
Supermarket dan membuat beberapa petugas curiga pada saya.<br />
Suatu malam saya kelaparan dan memasuki Supermaket untuk mencuri
Snack dan coklat, saya pikir saya akan bisa mencuri dengan aman tapi
saya salah. Petugas supermarket menangkap basah saya mencuri, saya hanya
bisa menangis memohon ampun untuk tidak di bawa ke kantor Polisi karena
ketakutan. Mereka bertanya tempat tinggal saya kemudian membawa saya
pulang ke rumah tante dan nenek, bisa dibayangkan bertapa marah dan
malunya nenek dan tante terhadap kelakuan saya saat itu, Masalah selesai
setelah tante bersedia membayar empat kali lipat dari harga toko.
Ketika petugas itu pulang saya mendapatkan ganjalan yang tak akan pernah
saya lupakan selamanya, Dua sapu kayu yang baru saja dibeli tante saya
patah berantakan dan itu semua karena hanya untuk memukul saya.<br />
Sampai saat ini saya masih tidak mengerti mengapa nenek dan tante
saya bersikap keras terhadap saya, Nenek dan tante menghukum saya sangat
berat karena kenakalan saya sudah melampaui batas padahal kalau saja
mereka tidak menyembunyikan makanan dari saya, saya tidak akan pernah
berpikir untuk mencuri. Saya tidak tau apakah ibu tau tentang sikap
buruk saya ini tapi saya berharap dia tidak tau karena ibu akan sangat
malu punya putra pencuri seperti saya.<br />
Saya menjadi orang yang pendiam untuk jangka waktu yang panjang,
terlalu banyak hal-hal yang membuat saya merasa takut dan cengeng semasa
kecil. Sikap saya di sekolah juga tidak terlalu bergaul dengan
teman-teman yang lain, mereka tau saya pintar karena selalu menjadi
juara pertama di kelas tapi itu bukan hal penting selain melihat saya
sebagai orang yang tidak pantas bersekolah di tempat seperti itu karena
mata saya yang sipit. Empat tahun masa saya bersekolah disana banyak hal
yang saya pelajari tentang dunia keras dan kekuasaan tapi saya tidak
pernah dendam terhadap teman-teman saya, salah saya juga yang waktu itu
diam saja dan mungkin mereka pikir saya konyol.<br />
MENJADI KENEK SUPIR ANGKOT<br />
Nenek tampaknya semakin kesal melihat ulah saya yang masih saja
sering terlambat pulang sekolah hingga suatu hari saya pulang terlampau
sore dan nenek sangat marah besar kepada saya Padahal saya tidak
melakukan tindakan-tindakan yang nakal, saya hanya pergi membaca buku di
Supermarket dan pernah saya katakan itu kepada nenek, kontan saja ia
marah karena berpikir saya akan mencuri lagi disana.<br />
Saya sadar saya akan habis disemprot karena pulang terlalu sore sebab
saya terlalu asyik membaca komik Kungfu boy. Saat saya pulang nenek
sudah menunggu di gerbang dengan senjata sejatinya sapu kayu. Belum
sampai ke rumah saya sudah menangis kencang karena ketakutan dan nenek
menarik saya lalu menghajar kaki saya sembari berkata<br />
Anak nakal.. sudah nenek bilang jangan terlambat pulang tapi kamu masih saja membandel.. <br />
Saya meminta ampun tapi itu dan menangis tapi itu tidak membuatnya
mengasihani saya. Akhirnya saya diseret keluar rumah dan nenek mengusir
saya.<br />
Pergi kamu dari rumah ini. Jangan pernah kembali.. kalau kamu berani kembali nenek akan menghajar kamu sampai kamu mati<br />
Saya ketakutan dan pintu gerbang rumah tante saya terkunci sehingga
saya hanya bisa diam diluar gerbang. Saya menangis memohon masuk tapi
nenek tidak peduli, tante saya yang dirumah juga hanya diam saja melihat
saya diusir dari rumah. Akhirnya saya berjalan meninggalkan rumah besar
itu. Saya masih bingung hendak kemana tapi saya hanya berjalan sesuai
naruli saya untuk berjalan tanpa berhenti.<br />
Perut saya kelaparan dan saya berjalan melihat beberapa pedagang
makanan dengan perut yang terus saja berbunyi. Saya kapok mencuri dan
tidak ingin lagi melakukan itu karena nenek bilang ia tidak akan pernah
mau menyelamatkan saya kalau saya mencuri lagi. Akhirnya saya tahan rasa
lapar saya terus menerus hingga hari semakin malam. Saya tidak ingat
jam berapa saat itu tapi keadaan jalanan sangat sepi saya mendekati
tempat sampah dan mencoba mencari makanan sisa yang bisa saya makan,
sialnya saya tidak menemukan makanan sedikitpun.<br />
Saya mencoba tidur di sebuah taman milik rumah besar yang terlihat
nyaman, ketika saya tidur ribuan nyamuk menyerang saya hingga saya
merasa terganggu, Akhirnya saya putuskan untuk berjalan lagi walaupun
mata saya sudah sangat berat. Disebuah persimpangan jalan antara Muara
karang dan Pantai indah kapuk saya berhenti melihat sebuah mobil angkot
yang sedang memarkir tanpa seorang pun. Saya pun berpikir untuk tidur di
dalam mobil angkot itu.<br />
Awalnya saya bisa tidur dengan nyaman tapi tiba-tiba supir angkot itu
datang, ia sangat marah dan menampar pipi saya hingga saya menangis.<br />
Ngapain kamu disana.. mau mencuri ya?<br />
Nggak pak. Saya cuma mau numpang tidur..!!<br />
Bohong pasti kamu mau mencuri.. saya bawa kamu ke kantor Polisi?<br />
Ampun pak.. saya benar-benar ga bermaksud mencuri, saya hanya ngatuk
dan ingin tidur disini.. sumpah pak.. ujar saya sambil menangis kencang.<br />
Bapak supir itu kemudian mengecek uang yang ada di setir dan
menemukan tidak ada yang saya curi. Ia melihat saya menangis dan
ketakutan, akhirnya ia ibah dan merasa bersalah karena menuduh saya
mencuri. Ia mendekati saya.<br />
Kenapa kamu bisa disini..?<br />
Saya diusir sama nenek saya..!<br />
Rumah kamu dimana..!<br />
Di Muara karang..!<br />
Bapak anteri pulang ya..?<br />
Nggak mau. Nenek bilang kalau saya berani pulang saya akan dibuat mati..!<br />
Bapak itu menghela nafas dan tidak lagi menghendaki saya untuk pulang.<br />
Ya sudah kalau emang ga mau pulang, kamu tidur aja disini.. kamu sudah makan?<br />
Belum pak..saya belum makan dari sore tadi..<br />
Bapak bellin indomie mau..?<br />
Saya begitu gilang mendengar kata makan dan menghapus air mata saya.<br />
Mau .. mau..!! ujar saya dengan semangat<br />
Bapak itu kemudian membelikan saya indomie goreng dengan telur
ceplok, saya melahap semua dengan cepat seperti orang yang sudah tidak
makan selama setahun kata bapak itu. tapi memang kenyataannya perut saya
sangat lapar dan ia pun menambah semangkok mie untuk saya. Setelah saya
kenyang ia membiarkan saya tidur di mobil angkot merah miliknya,
sedangkan ia tidur di depan dan berkata kepada saya sebelum tidur.<br />
Besok kita pikirin mau apa ya.. sekarang uda malam kamu tidur aja..!<br />
Saya bisa tidur nyenyak malam itu karena kenyang dan keesokannya
bapak itu menawarkan saya untuk menjadi keneknya, saya pikir tidak ada
salahnya, toh saya tidak punya kegiatan apapun. Dua hari lamanya saya
menghilang dari rumah dan berprofesi menjadi supir angkot jurusan Pluit
sampe grogol, semua orang yang duduk di angkot memperhatikan saya dengan
antusias karena sangat aneh untuk seorang anak muda berkulit putih dan
sipit berkerja sebagai kenek angkot terlebih usia saya yang masih bocah
ingusan.<br />
Saya tidak pernah menyesal merasakan masa-masa saya menjadi angkot
karena itu adalah pekerjaan pertama saya di dunia ini. Bapak itu sangat
baik and bijaksana, ia memberika hasil kerja saya setimpal dengan apa
yang saya lakukan. Saya mendapatkan makan yang bisa saya sukai semau
saya dan uang saku untuk membeli apa saja yang saya sukai. Tidak banyak
tapi saya puas dengan hasil keringat saya disaat itu.<br />
Saya tidak tau bagaimana nenek bisa menemukan saya setelah dua hari
menghilang dari rumah, saya pikir mungkin karena beberapa tetangga saya
melihat saya di jalan secara tidak sengaja. Mereka menjemput saya untuk
pulang, saya takut tapi bapak itu menguatkan hati saya untuk pulang
karena tempat saya bukan dimobil angkot, tempat saya adalah di bangku
sekolah untuk menimbah ilmu. Saya pun kembali dan nenek tidak memukul
saya, ia hanya diam dan berpikir mungkin saya hebat karena bisa hidup
seorang diri dua hari lamanya tanpa uang sepeserpun.<br />
Sekali lagi hidup saya berjalan dengan sebuah pengalaman yang tidak
akan pernah saya lupakan. Kerasnya hidup telah mengajarkan saya untuk
semakin tegar menatap masa depan saya. Saya beruntung bertemu bapak yang
baik hati yang bersedia mengajarkan saya arti bertahan hidup. Sekali
lagi juga saya kehilangan orang baik yang mengajarkan saya akan
kehidupan. Saya tidak pernah menyesal apa yang pernah saya lalui dalam
hidup saya karena itu adalah hal hal yang membentuk saya seperti saat
ini.<br />
<em><strong>BAGIAN KE 3</strong></em><br />
Setelah saya diusir dari rumah dan menghilang selama dua hari
lamanya, nenek memang mulai sedikit melunak terhadap sikap saya tapi ia
masih tak segan memukul saya bila saya nakal. Saya pun kembali ke bangku
sekolah untuk mengejar beberapa pelajaran yang saya tinggalkan karena
menghilang dalam pertualangan saya sebagai kernek angkot. Saya murid
yang pintar sehingga tidak ada masalah untuk mengejar pelajaran saya dan
itu saya buktikan ketika saya kembali menjadi rangking pertama di kelas
saya.<br />
Kepintaran saya sama sekali tidak ada gunanya di kelas karena saya tidak
dihargai oleh teman-teman saya. Mereka lebih suka menghina saya sebagai
penakut dan pengecut walaupun begitu berhasil juga saya mendapatkan
sahabat yang mau bermain dengan saya. Beberapa murid perempuan terkadang
masih bicara dengan saya untuk sekedar membahas cerita-cerita yang
mereka dongengkan dan saya memiliki sahabat dekat bernama Angel yang
sering bicara dan suatu ia bertanya pada saya.<br />
Denny.. kamu selalu ambil raport sama tante kamu.. kemana orang tua kamu? tanya teman saya.<br />
Mama saya ada di Makassar.. dia bekerja disana. Jadi tidak mungkin dia bisa ambil raport, jadi tante saya yang wakilin.. !!<br />
Oo.. lalu dimana Papa kamu..!<br />
Saya terdiam dan sebuah pertanyaan sulit untuk dijawab. Saya tidak
mendapatkan gambaran sama sekali tentang sosok ayah dalam hidup saya.<br />
Saya ga punya Papa.. dan saya ga tau Papa saya<br />
Aneh.. biasa kan orang tua itu ada ayah dan ibu.. kok kamu cuma Mama saja..!<br />
Saya pun tidak mengerti..!<br />
Tidak kamu tanyakan sama Mama kamu..?<br />
Saya mengeleng-gelengkan kepala saya, saya tidak bisa membayangkan
apa yang ibu lakukan pada saya bila saya bertanya tentang ayah. Ibu
seperti tidak ingin saya mengenang sosok ayah dalam hidup saya dan saya
juga merasa ibu sudah seperti ayah sehingga saya tidak berpikir sosok
ayah saya selama ini. Tapi pernah tergelitik sebuah pertanyaan tentang
ayah saya dan itu pun bukan jawaban yang saya dapat dari ibu saya,
melainkan dari cerita tante saya.<br />
Saya tau ayah masih hidup dan ada di dunia ini tapi itu tidak penting
lagi untuk saya, buat saya keluarga saya hanya ibu saya. Kalaupun dia
nanti bertemu dengan saya, saya bahkan tidak berharap akan bertemu
dengan dia. Ibu sudah cukup keras mendidik saya dengan apa yang ia bisa
lakukan, ia keras, disiplin dan ringan tangan tapi itu dia lakukan untuk
menjadikan saya anak yang baik dan tidak ada sedikitpun rasa sakit hati
karena kekerasan dan ajarannya.<br />
Selama hidup bersama tante, saya harus mengubur rasa rindu saya terhadap
ibu saya. Kalaupun saya ingin menangis tidak saya lakukan didepan tante
dan nenek saya, saya lebih memilih berdiam di kamar sambil membaca
surat yang ia kirimkan untuk saya setiap bulannya. Saya ingin sekali
bercerita kalau saya terkadang tidak kuat berada disini tanpanya, saya
mungkin mampu melakukan apapun yang diperintahkan oleh tante saya andai
saja ibu ada disamping saya. Sayangnya saya tidak sampai hati
menyampaikan perlakuan mereka pada saya.<br />
Tuhan sepertinya mendengarkan keluh kesah saya hingga pada suatu hari,
anak tante saya yang saudara kandung ibu bernama Weldy datang ke Jakarta
dalam rangka perlombaan Karate. Ia saat itu melupakan atlit Karate yang
berprestasi dan selama di Jakarta ia menumpang di rumah tante saya. Ia
juga tidur bersama saya dan saya sangat senang punya teman bicara saat
malam bersama dia. Dia juga membawakan makanan yang ibu titipkan untuk
saya dan itu bisa membuat saya tidak kelaparan saat malam hari.<br />
Weldy yang saya panggil kakak seperti kebingungan ketika ia melihat saya
bangun pagi hanya untuk membersihkan rumah dan melakukan berbagai
perkerjaan yang tidak seharusnya saya lakukan. Ia mungkin bertanya dalam
hati mengapa tante saya tega memperlakukan saya dengan tidak
sepantasnya karena usia saya yang masih kecil. Ketika itu ia langsung
menghampiri saya untuk bicara ketika saya sedang menyapu ruang tamu.<br />
Kamu ngapain Den,?<br />
Nyapu bersihin rumah supaya rapi!<br />
Kamu nyapu gini iseng apa gimana?<br />
Gak.. ini tugas saya kalau bangun pagi sebelum sekolah.. uda biasa kok..!<br />
Loh.. mau sendiri apa disuruh..!<br />
Disuruh sama tante.. saya nyapu dulu deh.. ntar kesiangan sekolahnya..!<br />
Saudara saya hanya bisa menarik nafas dalam melihat kejadian itu, saya
pun terburu-buru untuk melakukan tugas saya karena semalam saya bicara
terlalu lama dengan Weldy. Saya senang ibu baik-baik saja dan bahkan
mulai menunjukkan keuangan yang membaik, ia menitipkan pesan ibu kepada
saya untuk belajar dengan giat sehingga nanti besar menjadi orang
berguna dan besar. Dan kata kata itu saya tanamkan dalam-dalam di hati
saya. Andai saja ibu tau saya sangat merindukan dan mencintai dia maka
itu saya rela bertahan seperti ini mungkin dia akan lebih bahagia.<br />
***<br />
Pindah ke Surabaya dengan ibu.<br />
Saya sedih ketika Weldy kembali ke Makassar karena saya jadi kehilangan
teman bicara saat malam hari tapi ia memang harus kembali karena ia
tidak bisa berlibur lama-lama di Jakarta, ia pun berjanji akan kembali
nanti dan mengajak saya bicara banyak hal. Setelah Weldy pulang ternyata
ia menyampaikan semua perlakuan tante saya kepada ibu, ibu sangat marah
ketika itu dan langsung mengambil keputusan untuk membawa saya pulang
tapi tidak terburu-buru karena saat itu ia juga sedang sibuk berpikir
untu pindah ke Surabaya.<br />
Saya tidak pernah berpikir ibu akan jatuh cinta dan memiliki laki-laki
lain dalam hidupnya karena saya itu saya tidak berpikir ia akan
mencintai orang lain selain saya, ternyata saya salah ibu sedang dekat
dengan seorang pria bernama Aldi, saya tidak jelas darimana mereka
berkenalan tetapi yang saya tau ibu begitu jatuh cinta pada pria yang
usianya tidak terlalu berbeda dengannya. Ibu memang masih muda dan
cantik lagipula usianya juga belum genap 30 tahun sehingga tidak heran
ia begitu memikat.<br />
Mungkin yang membedakannya adalah ia adalah seorang janda beranak satu
dan bernama Denny sumargo. Aldi seorang pria yang tidak terlalu dekat
dengan saya tapi saya tau ia dan ibu saling mencintai sehingga itulah
ibu memutuskan untuk pindah bersama dia ke Surabaya untuk membangun
kehidupan baru dan kesempatan itulah yang ibu gunakan untuk membawa saya
pergi dari tante dan nenek saya. Tante pun melepas kepergian saya
dengan tanda tanya antara sandiwara dan tidak tapi ia sepertinya
bersedih.<br />
Di Surabaya saya tinggal di sekitar pantai kenjeran di timur Surabaya,
disanalah kami mengontrak rumah sederhana dan memulai hidup baru kami.
Saya memanggil Aldi dengan sebutan Om, tapi jarang saya gunakan karena
kami juga jarang bicara selain saat makan bersama atau ibu meminta saya
memanggil dia. Saya bersekolah di sekitar swasta yang lebih baik dari
sebelumnya karena disini lebih banyak warga keturunan walaupun ada
penduduk lokal tapi mereka sangat akur dan baik.<br />
Saya duduk di kelas 4 Sekolah Dasar dan langsung menjadi perhatian
karena memiliki kepintaran yang tidak mereka kira, saya masih ingat
nilai Matematika saya selalu mendapat 9, 5 di rapot, guru saya sampe
kebingungan untuk memberikan angka 10 karena itu tidak diperbolehkan.
Saya mendapatkan perhargaan dan rasa hormat lebih baik dari teman-teman
saya kebanding di sekolah saya dulu. Dan saya pun langsung menjadi
terkenal di sekolah saya.<br />
Ibu masih melakukan perkerjaan seperti biasanya yakni, berdagang pakaian
dan berkerja sambilan di sebuah Salon. Sedangkan Om Aldi bekerja tapi
saya tidak pernah jelas dengan pekerjaannya, ia hanya sering pulang pada
malam hari dan tertidur tanpa banyak bicara. Ibu selalu hidup hemat dan
menabung setiap sen rupiah yang ia dapatkan untuk menggapai mimpinya
membuka Salon, saya tau karena ibu selalu menyimpan uangnya di Bank
bersama saya.<br />
Hidup saya juga lebih terjamin dengan tanpa perlu menahan rasa lapar
karena ibu selalu membuatkan saya makan bila saya lapar dengan cepat.
Kesehatan saya nomor satu buatnya, disamping ia juga harus melayani
kebutuhan Om Aldi. Mereka tidak menikah secara resmi, saya tidak tau
alasan demikian tapi saya rasa ibu tidak ingin pernikahannya gagal
sehingga memutuskan hidup bersama tanpa ikatan dan saya lihat selama
mereka tinggal bersama, mereka akur-akur saja.<br />
Tiga tahun hidup kami berjalan dengan baik, ibu mulai merasa hidupnya
lebih baik dan berencana membuka salon dengan biaya yang telah ia
kumpulkan selama tiga tahun itu, ia mulai mencari ruko dan berbagai
persiapan untuk membuat salon. Ia mempercayakan semuanya kepada Om Aldi
karena ia terlalu sibuk untuk bekerja dan mengumpulkan modal lebih
banyak lagi. Om Aldi memang sepertinya terlihat sibuk membantu ibu
mengurus usaha barunya itu. ia bahkan selalu berada dirumah tidak
seperti biasanya ketika saya pulang ia tidak ada, saya jarang sekali
bicara dengan dia dan bahkan sepertinya kami saling menghindari. Saya
merasa tidak cocok dengannya ntah apa karena asing terhadap sosok pria
dia hidup saya karena selama ini saya hidup dengan sosok wanita seperti
tante, dan nenek saya.<br />
Mendung itu tiba.<br />
Suatu hari saya begitu bahagia karena mendapatkan kabar dari guru saya
kalau saya akan mendapatkan hadiah karena mendapatkan nilai ulangan
sempurna dan segera pulang membawakan berita baik itu kepada ibu. Ketika
tiba di rumah, saya merasa ada yang aneh dengan rumah saya. Rumah saya
berantakan dan banyak barang-barang yang berantakan seperti habis di bom
saja. Saya langsung menuju kamar ibu, bertapa terkejutnya saya
menemukan ibu menangis sambil terduduk di tembok.<br />
Saya mendekati ibu yang seperti orang linglung dan rusuh bersama air mata di pipinya.<br />
Mama.. mama kenapa.. ? tanya saya.<br />
Mama terdiam dan ia langsung memeluk saya tanpa saya tau ada apa dengan
dia. Saya hanya bisa mendengar tangis dia yang tiada henti dan ia hanya
mengulang satu kalimat yang sama dan itu adalah<br />
Habis semuanya.. habis semuanya..<br />
Saya masih tidak mengerti apa yang ia maksud tapi saya tau ini berita
yang buruk dan saya berharap om Aldi segera pulang untuk membuat ibu
saya tenang. Tapi akhirnya saya harus bersedih karena ternyata yang
membuat ibu saya menangis seperti ini adalah OM Aldi. Saya baru
menyadari ketika beberapa tetangga saya datang untuk membantu
menenangkan ibu dan dengan sedikit menguping saya mendengar sebuah hal
yang paling menyakitkan.<br />
Om Aldi yang ibu cintai ternyata tega membawa kabur uang yang ibu saya
simpan untuk usaha salonnya sebesar seratus juta Rupiah. Jerih payah dan
keringat yang ia jatuhkan demi masa depan hidup kami yang baik lenyap
begitu saya oleh pria yang ia pikir begitu mencintainya dan ternyata
menjadi maling dalam kehidupan kami. ibu terlalu mempercayai pria itu
hingga tanpa sadar menyerahkan uangnya begitu saja untuk dibawa kabur.<br />
Ibu sangat frustasi dengan kejadian yang memilukan itu, saya masih ingat
ketika itu saya sedang belajar dan ibu menangis lalu menghantamkan
keningnya ke tembok sambil menangis. Saya sangat panik dan mencegahnya
sambil menangis.<br />
Mama.. mama jangan begitu.. mama jangan kayak gini.. jangan Ma..<br />
Mama.. hancur.. mama benar-benar hancur..<br />
Saya menangis dan menahan kepalanya dengan sekuat tenaga agar ia tidak
melakukan tindakan yang bisa membuatnya terluka. Tangis saya sepertinya
bisa membuat dia sedikit berpikir untuk tidak melakukan perbuatan itu
lagi, saya sadar sekali dengan maksud kata-katanya. Hatinya sungguh
telah hancur dan hidupnya sungguh merasa jatuh. Ia tidak hanya
kehilangan uang yang ia simpan dengan keringatnya tapi juga kehilangan
cinta dan penghianatan seorang laki-laki yang begitu mencintainya.<br />
Tidak pernah dalam hidup saya begitu sedih melihat sosok ibu saya yang
begitu menyerah terhadap cobaan hidupnya. Kami jatuh dalam sebuah
kehidupan yang menyedihkan dan ia tidak berusaha untuk bangkit, ia
menjadi sosok yang lemah dan tak berdaya bahkan tidak pernah berpikir
bahwa ia memiliki saya yang harus ia perjuangkan. Yang kami punya hanya
sedikit uang untuk bertahan hidup tidak lebih dari satu minggu, untung
saja ada tetangga yang berpikir membantu kami melihat tragisnya hidup
kami.<br />
Karena begitu sedihnya melihat sikap ibu, nilai saya di sekolah menurun
dan selalu cemas takut ibu melakukan tindakan-tindakan yang saya takuti
semacam untuk bunuh diri dan lari meninggalkan saya. Saya selalu ingin
pulang cepat dan jarang sekali bermain bersama teman-teman, ketika saya
pulang saya berharap ibu menyambut saya dengan senyuman ternyata tidak,
wajahnya yang cantik kini tanpa pucat dan tidak beraura seperti
biasanya, ia seperti hidup bukan pada dirinya.<br />
Saya masih ingat ketika saya sangat kelaparan dan ibu hanya memiliki
uang yang sedikit. Saya terus menjerit kelaparan dan ibu tidak tahan
melihat keadaan saya lalu memberikan uang terakhir yang ia punya dari
menjual kalung perhiasannya. Ia menyuruh saya untuk memberikan makan di
luar dan saya pun berjalan kaki untuk mencarinya. Saya tau bukan hanya
saya yang lapar tapi ibu juga lapar tapi ia berusaha untuk menahan rasa
itu dihadapan saya. Saat itu sudah sangat malam dan saya pun segera
mencari makanan di sekitar lingkungan rumah saya.<br />
Saya melihat penjual nasi bebek yang masih berjualan sedangkan banyak
penjual makanan tutup. Saya mendekati pria itu untuk membeli makanan
yang ia sajikan.<br />
Pak saya mau nasi bebek berapa harganya?<br />
Ini sebungkusnya dua ribu rupiah..! ujar penjual itu dan saya merongo
uang di saku saya yang hanya terdapat beberapa lembar ratusan dan
terkumpul enam ratus rupiah.<br />
Saya sadar uang saya tidak akan cukup untuk memberi makanan itu tapi hanya inilah satu-satunya toko yang buka di malam itu.<br />
Pak, maaf. Boleh ga saya beli nasi sama sambelnya saja.. uang saya hanya ada enam ratus rupiah.!<br />
Bapak itu mungkin heran melihat saya tapi ia sepertinya tau saya tidak
punya uang dan akhirnya menerima uang itu dan memberikan nasi dan sambel
sesuai yang saya minta. Saya begitu bahagia dan bersyukur mendapatkan
makan untuk malam ini, lalu saya membawa pulang kepada ibu. Nasi itu
memang tidak banyak hanya semangkus piring kecil yang tidak akan cukup
untuk kami disertai sambel kecap yang sengaja saya minta agak banyak.
Ibu meminta saya untuk makan terlebih dahulu dan saya memang sudah lapar
pun memakannya kemudian ia memakan sedikit dan kami hanya saling
memandang dengan pilu.<br />
Nasi dan sambel yang saya makan penuh duka ini tidaklah nikmat tapi
setidaknya inilah makanan yang patut saya syukuri karena sejak saat itu
ibu mulai berusaha bangkit dari keterpurukan hidupnya. Air matanya
berjatuhan melihat saya begitu lahap menikmati makanan yang tentunya
tidak akan pernah cukup dan sejak saat itu saya sadar ibu telah kembali
menjadi dirinya sendiri. Ia bangkit dari rasa sedih dan hantu bayangan
yang menyakitkan dirinya.<br />
Ia kembali bekerja di esok harinya setelah sebulan lamanya frustasi, ia
berkata pada saya untuk terus belajar dengan giat dan mulai saat ini
hidup kita hanya akan bersama untuk selamanya. Pria yang menyakitinya
biarkanlah menjadi yang terakhir dalam hidupnya dan saya tidak berusaha
mengungkit pria jahat itu dalam hidup kami. Seperti yang selalu saya
pegang teguh dalam hidup saya bahwa apa yang saya miliki saat ini
bukanlah sesuatu yang abadi ketika Tuhan menghendaki semuanya lenyap
saya harus siap dan ikhlas.<br />
Ibu menatap harinya dengan semangat dan saya pun kembali bersemangat
untuk belajar, kami melupakan semua yang pernah terjadi dalam hidup kami
dan belajar untuk lebih tidak mempercayai orang lain selain diantara
kami berdua. Kami pindah dari rumah kontrakan kami ke sebuah kos yang
kecil berukuran 34 Meter, bisa dibayangkan dalam satu kamar kecil itu
kami menyimpan kompor,dapur dan tempat tidur bersamaan. Bahkan saya
harus tidur beralasan tikar karena semua barang yang kami punya sudah
kami jual untuk memulai hidup baru.<br />
Diganggu kakak kelas.<br />
Ketika saya masih duduk dikelas 6 Sekolah dasar, saya sering bermain
bersama teman-teman sebaya saya ketika usai sekolah. Saya menyukai
permainan tembak gundu yang mengunakan bola kelereng sebagai alatnya.
Saya sering bermain di jalanan dan suatu ketika seorang pemuda yang saya
pikir duduk di sekolah menengah atas sering datang dan mengambil
kelereng saya dengan paksa. Saya ingin menolak tapi ia malah memukul
saya. Saya hanya bisa menangis dan teman-teman saya juga terdiam tidak
bisa berdaya.<br />
Seringnya ia menganggu saya dan merampas mainan saya membuat saya sering
menangis pulang dan ibu terlihat kesal dengan sifat cengeng saya. Saya
tidak menceritakan masalah saya padanya karena saya takut ia akan marah
karena membeli mainan dengan uang jajan saya. Ia memukul saya dan saya
pun mengaku mengapa saya menangis.<br />
Bola kelereng saya diambil sama kakak kelas saya..! ujar saya .<br />
Lalu kenap kamu kasih..? tanya ibu saya.<br />
Dia kuat dan akan memukul saya kalau tidak saya kasih..!<br />
Hm.. Mama ga sangka kamu begitu pengecut seperti itu Din, sekarang dengarkan mama.<br />
Aku terdiam menyimak kata-katanya,<br />
Mulai besok kalau dia berani ambil mainan kamu lagi, kamu jangan kasih.
Kalau dia maksa kamu ambil saja batu di jalanan lalu pukul dia dengan
batu itu biar dia takut..! ujar mama padaku.<br />
Aku takut..!<br />
Kalau kamu takut.. dan hanya bisa menangis, mama yang akan pukul kamu.
Mama tidak mau punya anak cengeng dan pengecut seperti kamu. Ingat pesan
mama. Jangan mama liat kamu sekali lagi membiarkan apa yang jadi milik
kamu diambil orang lain dengan paksa.!<br />
Saya pun menanamkan ajaran ibu dalam penak saya dan benar saja dugaan
saya, kakak kelas saya tidak pernah puas berhenti merampas mainan saya.
Ia datang pada saat saya bermain gundu bersama teman saya. Teman saya
sudah lebih dulu menyerahkan bola kelereng miliknya dan ia pun
menghampiri saya.<br />
Mana bagian kamu.. berikan pada saya..!<br />
Nggak mau. Ini kan punya saya.. kenapa kamu paksa saya kasih kamu!<br />
Eh.. kamu berani ngelawan ya..mau saya tonjok apa?<br />
Saya melihat sekeliling saya dan menemukan sebuah batu bata dan mengangkatnya segera. Lalu mengancamnya.<br />
Sini kamu kalau berani.. saya pukul kamu dengan ini..<br />
Melihat saya ia seperti menantanglalu mendekati saya..<br />
Coba aja kalau berani sini..<br />
Ia meledek-ledek saya dengan wajahnya, sebenarnya saya takut tapi ntah
suara setan mana yang membuat saya langsung menghajarnya dengan batubata
itu. PLAK kakak kelas saya terdiam seketika sambil memegang kepalanya
yang terasa sakit, semua teman saya tampak menarik panjang terkejut.
Darah mengalir perlahan dari kepala kakak kelas saya, ia langsung
menangis dan menjerit. Saya lari dari keadaan ketika semua orang
terlihat histeris melihat darah berceceran dijalan dan saya juga
ketakutan ketika itu, segera saya pulang ke rumah dengan mengunci pintu .
Ibu yang pada saat itu baru saja pulang kerja melihat saya dengan aneh
dan saya mencoba menyembunyikan apa yang terjadi.<br />
Ibu saya sebenarnya curiga ketika saya mengunci pintu tidak seperti
biasanya dan ternyata ia tidak salah ketika ibu dari kakak kelas saya
berteriak di depan kos kami dan memanggil-manggil nama ibu dan saya.
Teriakan itu membuat ibu saya segera keluar melihat gelangan apa yang
terjadi. Ibu kakak kelas saya datang dengan wajah marah bersama anaknya
yang baru saja pulang dari rumah sakit.<br />
Ada apa ya, Bu? tanya ibu saya.<br />
Kamu liat ini anak saya.. ? jawab ibu itu emosi.<br />
Ibu memperhatikan kepala kakak kelas saya yang diperban dengan bekas luka masih ada.<br />
Lalu kenapa dengan dia..?<br />
Ini semua perbuatan dari anak ibu yang nakal dan brutal.. anak saya
sampai bocor kepalanya. Kalau geger otak atau jadi cacat gimana.. ibu
mau tanggung jawab?<br />
Ibu terdiam dan memanggil saya yang ketakutan untuk turun.<br />
Din.. benar kamu yang buat dia seperti ini..<br />
Iya.. Ma.. ! ujarku pelan<br />
Kenapa kamu bisa kayak gitu..? tanya ibuku.<br />
Dia kakak kelas yang saya bilang suka curi mainan saya..!<br />
Ibu kakak kelas itu seperti tidak terima dengan kenyataan lalu
memaki-maki kami di lingkungan kami dan banyak yang melihat kejadian
itu.<br />
Anda ini bisa didik anak ga sih.. kalau ga bisa didik anak jangan jadi
ibu.. jadi saja pelacur di jalanan. Anak kayak preman kok dipelihara..!
kata kasar ibu itu.<br />
Lalu saya harus bagaimana .. ? tanya ibu berusaha bersabar.<br />
Saya ga mau tau.. saya minta ganti rugi dan saya minta ibu didik anak itu dengan benar dan hukum biar ga jadi kayak preman!<br />
Ibu menarik tangan saya lalu mengambil sapu yang ada disamping pintu
kos. Ia langsung memukul saya dengan sadisnya didepan semua orang. Saya
berteriak ampun dan berteriak ibu menghentikan pukulan yang menyakitkan
itu tapi ibu sepertinya sangat marah dan sangat murka pada saya. Ketika
semua orang melihat kami dengan prihatin dan ibu mulai merasa cukup
menghukum saya ketika lumuran darah mengalir dari seluruh tubuh saya.<br />
Ibu langsung mendekati ibu kakak kelas saya.<br />
Ya. .ibu benar saya yang mengajarkan anak saya untuk memukul anak ibu
dengan batu karena anak ibu suka ngambil mainan anak saya.. sekarang
saya sudah menghukum anak saya dengan cara saya dan ibu juga harus
mengajarkan anak ibu supaya tidak pernah mencuri milik orang lain..!<br />
Enak saja.. anak saya tidak pernah mencuri.. ibu jangan sembarangan fitnah..<br />
Tanpa banyak cingcong ibu langsung mendekati kakak kelas saya. Menudingnya dengan sebuah pertanyaan.<br />
Benerkan kamu ngambil mainan anak saya setiap dia main sama teman-temannya..<br />
Karena ketakutan kakak kelas saya terdiam dan menunduk lalu berujar kecil ia..<br />
Lihat.. itu yang sebenarnya terjadi. Saya sudah menghukum anak saya .. masalah selesai<br />
Ibu kakak kelas saya tidak senang dengan kenyataan lalu mulai
memaki-maki ibu saya dengan kata kata kasar dan ibu sepertinya sudah
tidak tahan.<br />
Ibu kalau ibu tidak ada yang bisa mendidik mulut ibu biar saya yang mendidik ibu sekarang juga..!<br />
Ibu langsung menarik rambut ibu itu dan menjatuhkannya ke lantai dan
menamparnya. Banyak orang yang terkaget-kaget melihat tindakan ibu,
termasuk saya. Ibu kakak kelas saya hanya bisa berteriak-teriak meminta
tolong karena tidak tahan melawan tenaga ibu, ibu memang punya kekuatan
yang lebih dari wanita umumnya karena ia berkehendak menjadi Polwan. Ibu
sangat marah dan merasa terhina kemudian menarik rambut ibu kakak kelas
saya ke jalanan besar lalu melemparkan begitu saja ke got sekitar kos
kami yang besar.<br />
Ibu kakak kelas saya sangat malu dan kotor hingga mukanya hitam karena
air got. Ibu mulai tenang ketika beberapa tetangga memisahkan mereka dan
berkata.<br />
Ini didikan saya buat ibu agar bisa menjaga mulut kalau bicara.. inget itu teriak ibu saya.<br />
Saya yang menangis terkesima hingga tidak bisa menangis melihat bertapa
ibu seperti petinju yang membuat KO lawannya. Lalu ia menarik saya masuk
dan mengobati semua rasa sakit saya, ketika saya mulai mengerti apa
yang ibu lakukan pada saya tadi hanya sebagai bukti bahwa ia memang
salah mengajarkan saya untuk melakukan tindakan brutal tapi itu dapat
saya lakukan bila saya tidak punya kemampuan yang bisa saya harapkan
untuk melindungi saya.<br />
Ibu tidak begitu saja lepas dari masalah ketika membuat malu ibu kakak
kelas saya, kami kedatangan Polisi yang langsung menahan ibu dengan
tuduhan penganiayaan. Saya menangis saat melihat Polisi itu membawa ibu
dan ingin ikut tapi ibu melarang saya untuk ikut. Ia menyuruh saya tetap
di rumah dan saya menurutinya, saya hanya bisa berdoa ibu cepat
kembali. Sepanjang hari saya menangis dan tiba-tiba ibu pulang dengan
tersenyum pada saya.<br />
Ia bebas dari ancaman penjara, saya tidak tau bagaimana ia lolos yang
pasti ini adalah keajaiban Tuhan untuk saya. Doa saya saat dirumah tiada
henti akhirnya didengar oleh Tuhan, saya senang dan langsung memeluk
ibu dengan tangis meledak-ledak. Sejak saat itu saya tidak pernah takut
lagi kepada siapapun bila saya dilecehkan atau diganggu, ibu telah
mengajarkan saya bahwa seorang laki-laki tidak boleh cengeng dan terdiam
saja ketika mendapatkan perlakuan yang tidak pantas.<br />
Itulah sejarah yang membuat saya menjadi keras dan tidak pernah mau
percaya pada orang lain karena saya menilai banyak hal dalam hidup saya
yang dapat menjadi cermin bahwa hidup kita hanya bisa kita pegang dengan
kemampuan kita bukan dengan orang lain.<br />
<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYGfZ409pN_Qp787Hjf3BpcTPcVoX2kAEdlnHzfUAq-ZxTPnje-bsL6fQjpCgM0Mmx5CPC0nizRj68ElZNZNABnWPatkcKk6eeSdd7YIDwEeKe9hlUzhSqDGx1WkBfR_hvTkxldK1zXmg/s1600/200px-Denny_sumargo6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiYGfZ409pN_Qp787Hjf3BpcTPcVoX2kAEdlnHzfUAq-ZxTPnje-bsL6fQjpCgM0Mmx5CPC0nizRj68ElZNZNABnWPatkcKk6eeSdd7YIDwEeKe9hlUzhSqDGx1WkBfR_hvTkxldK1zXmg/s1600/200px-Denny_sumargo6.jpg" /></a></div>
<em></em>.</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00930995745913489321noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-14629264389258723.post-35076710625907770222013-03-03T14:52:00.000-08:002013-03-03T14:57:00.204-08:00Lambang Kwartir Daerah Gerakan Pramuka (sekarang)<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
KALIMANTAN SELATAN<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixiX73W3gmYJ_sWKdmDvri07PWIM3TRPy7J6z2jDhW4FkdLVAd3Cl7vyfCkHR8h6lg4pcb1JTUuryqHJwqB5xg3IlAaNp_9QnsO800q3et1-WklsuzLj1EguxCSoa2JPo4S5BOZ16GpGU/s1600/88px-Pramuka_Kalimantan_Selatan.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixiX73W3gmYJ_sWKdmDvri07PWIM3TRPy7J6z2jDhW4FkdLVAd3Cl7vyfCkHR8h6lg4pcb1JTUuryqHJwqB5xg3IlAaNp_9QnsO800q3et1-WklsuzLj1EguxCSoa2JPo4S5BOZ16GpGU/s1600/88px-Pramuka_Kalimantan_Selatan.jpg" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
KALIMANTAN TENGAH<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibQaJlOfZ3qqBPFMqn7VJ9nGJvr0_jIKT7rPUlgBUFk-PcGLU5aqppqVz2TRQFdDFwS4rmOWNu3zIou__6k7tXImaKzznDMtOzc05aLlwEY8qf7-D0XzND_rTVW5RapCkeV6YcIlzAg-U/s1600/104px-Pramuka_Kalimantan_Tengah.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibQaJlOfZ3qqBPFMqn7VJ9nGJvr0_jIKT7rPUlgBUFk-PcGLU5aqppqVz2TRQFdDFwS4rmOWNu3zIou__6k7tXImaKzznDMtOzc05aLlwEY8qf7-D0XzND_rTVW5RapCkeV6YcIlzAg-U/s1600/104px-Pramuka_Kalimantan_Tengah.png" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
KALIMANTAN TIMUR<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHtIsfsvfK9hs7s4bY0kvQs9RrtWw08jZUqhLxXj5-fFSIMD-vfI9YVWhnmTcfuOUfN0gV3K54gqzsHIN-wlMgdWhG0oSUo3lC1oQUsr_UXzUtvQg2mPZWT9fUsENoKUj6F3r-Q882TIk/s1600/100px-Pramuka,_Lencana_Daerah_Kalimantan_Timur.svg.png" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgHtIsfsvfK9hs7s4bY0kvQs9RrtWw08jZUqhLxXj5-fFSIMD-vfI9YVWhnmTcfuOUfN0gV3K54gqzsHIN-wlMgdWhG0oSUo3lC1oQUsr_UXzUtvQg2mPZWT9fUsENoKUj6F3r-Q882TIk/s1600/100px-Pramuka,_Lencana_Daerah_Kalimantan_Timur.svg.png" /></a></div>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<span id="goog_1469446075"></span><span id="goog_1469446076"></span><br />
<br /></div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00930995745913489321noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-14629264389258723.post-26800073847350070092013-03-03T14:22:00.000-08:002013-03-03T14:22:06.484-08:00PRAMUKA<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on">
<h4 style="color: blue; text-align: left;">
<b>sedikit nih pengetahuan tentang pramuka</b></h4>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigbYHfsvR4YSPI660cGrElsWozt9lKgkEvv7a67HXWEE5wHyK9wFxJSZZsBGMTiCbZ_sx5mjoXMbjnVQ8_QdCkobj1YsFOym3p4SVadzuRZDMciDcb86RAse23ir21ccbqrknlf2lKGx4/s1600/images.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigbYHfsvR4YSPI660cGrElsWozt9lKgkEvv7a67HXWEE5wHyK9wFxJSZZsBGMTiCbZ_sx5mjoXMbjnVQ8_QdCkobj1YsFOym3p4SVadzuRZDMciDcb86RAse23ir21ccbqrknlf2lKGx4/s1600/images.jpg" /></a></div>
<h4 style="color: blue; text-align: left;">
<b><br /></b></h4>
<h4 style="color: blue; text-align: left;">
<b><br /></b></h4>
<h4 style="color: blue; text-align: left;">
<b><br /></b></h4>
<h4 style="color: blue; text-align: left;">
<b><br /></b></h4>
<h4 style="color: blue; text-align: left;">
<b><br /></b></h4>
<h4 style="color: black; text-align: left;">
<b><br /></b></h4>
<div style="color: black; font-weight: normal; text-align: left;">
<u>Gerakan Pramuka Indonesia adalah nama<span style="color: black;"> </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi" style="color: black;" title="Organisasi">organisasi</a><span style="color: black;"> </span>pendidikan nonformal yang menyelenggarakan <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pendidikan" style="color: black;" title="Pendidikan">pendidikan</a><span style="color: black;"> </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Kepanduan" style="color: black;" title="Kepanduan">kepanduan</a> yang dilaksanakan di <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia" style="color: black;" title="Indonesia">Indonesia</a>. Kata "<a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pramuka" style="color: black;" title="Pramuka">Pramuka</a>" merupakan singkatan dari <i>Praja Muda Karana</i>, yang memiliki arti <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Rakyat" style="color: black;" title="Rakyat">Rakyat</a> Muda yang Suka Berkarya.</u></div>
<div style="color: black; font-weight: normal; text-align: left;">
<u>"Pramuka" merupakan sebutan bagi <a class="mw-redirect" href="http://id.wikipedia.org/wiki/Anggota_Gerakan_Pramuka" style="color: black;" title="Anggota Gerakan Pramuka">anggota Gerakan Pramuka</a>, yang meliputi; <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pramuka_Siaga" style="color: black;" title="Pramuka Siaga">Pramuka Siaga</a> (7-10 tahun), <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pramuka_Penggalang" style="color: black;" title="Pramuka Penggalang">Pramuka Penggalang</a> (11-15 tahun), <a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pramuka_Penegak" style="color: black;" title="Pramuka Penegak">Pramuka Penegak</a><span style="color: black;"> (16-20 tahun) dan </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pramuka_Pandega" style="color: black;" title="Pramuka Pandega">Pramuka Pandega</a><span style="color: black;"> (21-25 tahun). Kelompok anggota yang lain yaitu </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Pembina_Pramuka" style="color: black;" title="Pembina Pramuka">Pembina Pramuka</a><span style="color: black;">, </span><a href="http://id.wikipedia.org/wiki/Andalan_Pramuka" style="color: black;" title="Andalan Pramuka">Andalan Pramuka</a><span style="color: black;">, </span><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Korps_Pelatih_Pramuka&action=edit&redlink=1" style="color: black;" title="Korps Pelatih Pramuka (halaman belum tersedia)">Korps Pelatih Pramuka</a><span style="color: black;">, </span><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Pamong_Saka_Pramuka&action=edit&redlink=1" style="color: black;" title="Pamong Saka Pramuka (halaman belum tersedia)">Pamong Saka Pramuka</a><span style="color: black;">, </span><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Staf_Kwartir&action=edit&redlink=1" style="color: black;" title="Staf Kwartir (halaman belum tersedia)">Staf Kwartir</a><span style="color: black;"> dan </span><a class="new" href="http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Majelis_Pembimbing_Pramuka&action=edit&redlink=1" style="color: black;" title="Majelis Pembimbing Pramuka (halaman belum tersedia)">Majelis Pembimbing Pramuka</a><span style="color: black;">.</span></u></div>
<div style="color: black; font-weight: normal; text-align: left;">
<u><span style="color: black;"><br /></span></u></div>
<div style="color: black; font-weight: normal; text-align: left;">
<u><span style="color: black;">Lagu Pramuka</span></u></div>
<div style="color: black; font-weight: normal; text-align: left;">
<u><span style="color: black;"><br /></span></u></div>
<table class="cquote"><tbody>
<tr><td style="color: #b2b7f2; font-family: 'Times New Roman',serif; font-size: 35px; font-weight: bold; padding: 10px 10px; text-align: left;" valign="top" width="20">“</td>
<td style="color: #b45f06; padding: 4px 10px;" valign="top">
<div class="poem">
Kami Pramuka Indonesia<br />
Manusia Pancasila<br />
Satyaku kudharmakan, dharmaku kubaktikan<br />
agar jaya, Indonesia, Indonesia<br />
tanah air ku<br />
Kami jadi pandumu.<br />
</div>
</td>
<td style="color: #b2b7f2; font-family: 'Times New Roman',serif; font-size: 36px; font-weight: bold; padding: 10px 10px; text-align: right;" valign="bottom" width="20">”</td></tr>
</tbody></table>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/00930995745913489321noreply@blogger.com0